SELAMAT DATANG DI RELAITA KOPLO ROCK & ROLL - SALAM SATOE DJIWA

Kamis, 14 Juli 2011

TARAKAN ISLAND " Amal Beach "


Membahasa pesona wisata bahari di KotaTarakan khususnya terkait wisata pantai amalmungkin ada baiknya kita lebih dahulu memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan “pantai amal“? apakah sebuah pantai tempat sarana sosial atau murni tempat obyek wisata di kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur.

Pantai Amal sebenarnya merupakan nama salah satu Kelurahan yang ada di KecamatanTarakan Timur, Provinsi Kalimantan Timur atau Kaltim yang terkenal sebagai salah satu sumber minyak terbesar di Indonesia.
Pantai Amal berada di Kota Tarakan. Nama Pantai Amal Tarakan tentu saja bukan sekadar nama sebuah kelurahan seperti yang saya jelaskan sebelumnya. Sejalan dengan namanya “Pantai Amal” kawasan ini tentu memiliki eksotisme pesona Wisata Bahari yang sudah menjadi buah bibir bagi masyarakat sekitar.
Meski pantai amal tidak termasuk pantai berpasir putih seperti pantai di beberapa kawasan wisata di pulau Bali maupun pantai Indonesia lainnya. Namun, pantai amal tetap memiliki pesona pariwisata yang layak menjadi target dalam daftar kunjungan wisata Anda. Saat cuaca sedang cerah, kekuasaan Tuhan tentang keindahan alam akan tampak secara jelas di pesisir pantai kawasan Pantai Amal Tarakan ini.
Pantai Amal Tarakan juga bisa disebut Pantai Amal Baru Tarakan bagi masyarakat Kaltim, tapi jangan pernah mencoba nyari pantai amal lama karena Pantai Amal Baru boleh dikatakan sekadar untuk Brand Market guna menarik minat wisatawan baik pengunjung domestik maupun mancanegara.
Bagi masyarakat lokal di Kalimantan khususnya wilayah Kaltim apalagi kalangan pelajar, mahasiswa dan karyawan. Pantai amal ini merupakan target alternatif refreshing melepaskan kejenuhan, perayaan ulang tahun atau syukuran kelulusan sekolah. Jadi jangan heran meskipun bukan masa liburan Pantai yang juga menyediakan panorama lambaian pohon kelapa ini tetap ramai dikunjungi.
Semoga bermanfaat dan dapat menjadi refferensi perjalanan wisata Anda bersama keluarga.

Rabu, 13 Juli 2011

BALIKPAPAN


Nama Balikpapan kurang jelas kapan berasal dan apa makna nama itu. Menilik susunan katanya dapat dimasukkan ke dalam asal kata bahasa Melayu. Menurut buku karya F. Valenijn pada tahun 1724, menyebut suatu daerah dihulu sebuah sungai di sebuah Teluk sekitar tiga mil dari pantai, desa itu bernama BILIPAPAN. Lepas dari persoalan ucapan maupun pendengaran, jelas bahwa nama tersebut dikaitkan dengan sebuah komunitas pedesaan di teluk yang sekarang dikenal dengan nama Teluk Balikpapan.
balikpapan
Terdapat beberapa versi terkait dengan asal-usul nama Balikpapan :
1. Versi Pertama ( Sumber : Buku 90 Tahun Kota Balikpapan yang mengutip buku karya F. Valenijn tahun 1724 )
Menurut legenda asal nama Balikpapan adalah karena sebuah kejadian yang terjadi pada tahun 1739, sewaktu dibawah Pemerintahan Sultan Muhammad Idris dari Kerajaan Kutai, yang memerintahkan kepada pemukim-pemukim di sepanjang Teluk Balikpapan untuk menyumbang bahan bangunan guna pembangunan istana baru di Kutai lama. Sumbangan tersebut ditentukan berupa penyerahan sebanyak 1000 lembar papan yang diikat menjadi sebuah rakit yang dibawa ke Kutai Lama melalui sepanjang pantai. Setibanya di Kutai lama, ternyata ada 10 keping papan yang kurang (terlepas selama dalam perjalanan) dan hasil dari pencarian menemukan bahwa 10 keping papan tersebut terhanyut dan timbul disuatu tempat yang sekarang bernama “Jenebora”. Dari peristiwa inilah nama Balikpapan itu diberikan (dalam istilah bahasa Kutai “Baliklah – papan itu” atau papan yang kembali yang tidak mau ikut disumbangkan).
2. Versi Kedua ( Sumber : Legenda rakyat yang dimuat dalam buku 90 Tahun Kota Balikpapan )
Menurut legenda dari orang-orang suku Pasir Balik atau lazim disebut Suku Pasir Kuleng, maka secara turun menurun telah dihikayatkan tentang asal mula nama “Negeri Balikpapan”. Orang-orang suku Pasir Balik yang bermukim di sepanjang pantai teluk Balikpapan adalah berasal dari keturunan kakek dan nenek yang bernama ” KAYUN KULENG dan PAPAN AYUN “. Oleh keturunannya kampung nelayan yang terletak di Teluk Balikpapan itu diberi nama “KULENG – PAPAN” atau artinya “BALIK – PAPAN” (Dalam bahasa Pasir, Kuleng artinya Balik dan Papan artinya Papan) dan diperkirakan nama negeri Balikpapan itu adalah sekitar tahun 1527.
Berikut ini ada Legenda Kota Balikpapan
Tersebutlah 4 orang kakak beradik sekandung yang datang dari Lautan untuk bertapa di sebuah bukit (Balikpapan). Selama masa pertapaan tersebut, jadilah 3 orang diantara mereka sebagai ular naga yang sangat besar dan melingkari seluruh daratan kota Balikpapan yang berbukit-bukit. Badan ular naga tersebut meliuk-liuk mengikuti kontur tanah kota Balikpapan. Mereka bertapa dalam tempo tertentu yang di ketahui oleh mereka sendiri untuk membentuk dan menjaga keharmonisan bukit-bukit tersebut. Selesainya waktu pertapaan dan masa untuk meninggalkan bukit tersebut di tandai dengan hujan yang sangat deras. Satu persatu dari mereka akan pergi apabila hujan yang sangat deras menyelimuti bukit-bukit.
Orang-orang tua terdahulu dan yang masih mempercayai cerita tersebut, sangat khawatir apabila hujan turun tiada henti dengan jumlah curah hujan yang besar. Adapun ular naga pertama keluar pada kira-kira tahun 1978 dimana saat itu terjadi banjir dan tanah longsor yang mengkawatirkan seluruh penduduk dan merugikan jiwa dan harta. Menurut cerita orang, jalanyang di tuju saat itu adalah lautan melewati sekitar pasar baru. Yang mana setelah hujan reda dan banjir kering, tanah di jalanan tersebut berbentuk seperti ular naga.
Kira-kira pada tahun 1985, terjadi lagi hujan dengan petir dan mengakibatkan banjir serta tanah longsor yang sangat meresahkan. Terjadi di sekitar bukit perumahan pertamina. Yang mengkibatkan pecahnya saluran besar pembuangan air pertamina dan menimpa perumahan penduduk kampung yang ada di bawahnya dan juga merugikan jiwa dan harta. Setelah hujan reda dan masyarakat mulai berbenah, ditemukan di jalan tersebut, bentuk meliuk seperti jalanular menembus pagar kawat dan memperlihatkan bahwa kawat tersebut berlubang menuju arah lautan.
Seekor naga masih tetap bertapa sampai dengan saat ini, dan ini adalah naga terbesar dari ketiganya. Apabila ada hujan yang lebat dan tiada henti, mungkin saat itulah naga terbesar kembali kelautan. Sedangkan seorang lagi, berubah menjadi manusia. Yang dalam jangka waktu pertapaannya tersebut, ia berdiri tegak seperti pohon yang memiliki akar, daun dan ranting.
Dari kejauhan di lautan, pelaut tersesat, sering melihat titik merah seperti api yang memandang lautan, yang mana konon itu adalah mata sang naga. Adapun mengapa naga tersebut keluar dari bukit adalah karena telah tidak senang dengan keadaan kehidupan di bukit-bukit tersebut dan versi lain menyebutkan bahwa telah selesai masa pertapaannya dan ia kembali ke laut untuk berpasangan.

Kerajinan Khas KALTIM


Antusias para turis asing akan kerajinan khas Kaltim sangat besar, hal ini dilihat dari  kunjungan mereka ke stand Kaltim  sekaligus membeli beberapa  kerajinan khas Kaltim yang dijual sebelum acara pembukaan BorneoExtravaganza 2010, di Discovery ShoppingMall, KutaBaliBorneo Extravaganza yang merupakan ajang  promosi pariwisata digelar dari tanggal 8 hingga 10 Oktober hingga adalah salah satu kegiatan pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI bekerja sama dengan provinsi yang ada di Kalimantan, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan
Menurut Plt. Kadis Pariwisata Kaltim, H. Sulaiman, ditetapkannya Bali sebagai tempat diselenggarakannya Borneo Extravaganza ini untuk lebih menarik minat wisatwan luar maupun domestik ke Kalimantan khususnya Kaltim.
” Acara ini pertama kali diselenggarakan di Mal Taman Anggrek, Jakarta, pada 2004 lalu. Tahun ini merupakan penyelenggaraan Borneo Extravaganza keempat. Kenapa sekarang di Bali, karena turis asing maupun lokal banyak dibali, sehingga lebih dekat untuk mereka ketahui informasi pariwisata di Kalimantan khususnya Kaltim, “ jelas Sulaiman
Disadarinya bahwa tingkat kunjungan wisatawan ke Kaltim dengan wisata petualangan, tidak sebanyak Bali. “Rata-rata 21 ribu wisatawan pertahun, “ jelas Sulaiman. Belum banyaknya informasi yang diperoleh oleh wisatawan akan keanekaragaman flora dan fauna serta budaya dan tak ketinggalan pesona alam  Kaltim merupakan salah satu faktor belum maksimalnya kunjungan wisata ke Kaltim.
”Selain itu sarana dan prasaran ke dan dari objek wisata juga berpengaruh, saya berharap kabupaten kota yang memilki potensi budaya yang mempesona bisa lebih memperhatikan hal tersebut, “ kata Sulaiman lagi.
Saat membuka Borneo Extravaganza 2010 tersebut Ahli Bidang Ekonomi dan Iptek Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Titin Soekarya, yang mewakili Menteri Kebudayaan dan PariwisataIndonesia, Jero Wacik, mengatakan pesona wisata yang dimiliki Kalimantan sama indahnya dengan Bali,
“Kalimantan tidak kalah dengan Bali. Pulau itu kaya akan keanekaragaman hayati dan budaya serta pesona alamnya. Melalui pameran wisata seperti inilah kesempatan membuka apa-apa yang dimiliki pulau itu kepada para turis. Semoga lebih banyak wisatawan mancanegara berkunjung ke Borneo,” kata Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Iptek Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Titin Soekarya, dalam acara pembukaan pameran itu di Kuta,
Dikatakan, luasnya wilayah Nusantara harus ditawarkan pada para turis asing. Jenis wisata yang potensial, antara lain berpetualang masuk hutan belantara, mendaki gunung, dan melihat langsung hutan yang selama ini dikenal dengan paru-paru dunia, seperti Taman Nasional Danau Sentarum dan Betung Kerihun di Kabupaten Kapuas Hulu.
Selama pameran, Borneo Extravaganza antara lain menyajikan paparan tentang potensi wisata yang kini digiatkan, seperti seperti Museum Mulawarman, Tugu Khatulistiwa, serta Wisata Sungai Mahakam, Barito, dan Kapuas. Sedangkan pada wisata kuliner, disajikan sensasi menikmati makanan khas Kalimantan tempo dulu dan sekarang yang sudah bercampur dengan budaya Melayu dan Bugis. Kaltim dikuti oleh beberapa kabupaten kota yakni, Tarakan, Samarinda, Bontang, Kutai Timur dan Berau.
Paul, wisatawan asing dari Belanda ini sangat mengagumi tari-tarian yang dipersembahkan oleh keempat provinsi tersebut dan mengatakan berminat untuk mengunjungi Kalimantan.
“Saya cukup senang dengan adanya acara ini, Saya mendapatkan informasi yng cukup banyak tentang pariwisata yang ada di Kalimantan. Saya dan isteri akan ke Pulau Derawan karena  pulau ini punya pesona yang sangat indah dan menawan. Menurut informasi disana cocok untuk menyelam, saya suka melihat pesona bawah laut, “ kata Paul dalam bahasa Inggris yang cukup fasih.

TANA TIDUNG

Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu. Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain Kerajaan Tidung, terdapat pulaKesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung Palas
Dynasty Tengara
Dahulu kala kaum suku Tidung yang bermukim dipulau Tarakan, popular juga dengan sebutan kaum Tengara, oleh karena mereka mempunyai pemimpin yang telah melahirkan Dynasty Tengara. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa, bahwa dipesisir timur pulauTarakan yakni, dikawasan binalatung sudah ada Kerajaan Tidung kuno (The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira tahun 1076-1156. Kemudian berpindah kepesisir barat pulau Tarakan yakni, dikawasan Tanjung Batu, kira-kira pada tahun 1156-1216. Lalu bergeser lagi, tetapi tetap dipesisir barat yakni, kekawasan sungai bidang kira-kira pada tahun 1216-1394. Setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari pulau Tarakan yakni, kekawasan Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, yakni, sekitar tahun 1394-1557.Kerajaan Dari Dynasty Tengara ini pertama kali bertakhta kira-kira mulai pada tahun 1557-1571 berlokasi di kawasan Pamusian wilayah Tarakan Timur.
Raja-raja dari Dynasty Tengara
Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet (1557-1571) Amiril Pengiran Dipati I (1571-1613) Amiril Pengiran Singa Laoet (1613-1650) Amiril Pengiran Maharajalila I (1650-1695) Amiril Pengiran Maharajalila II (1695-1731) Amiril Pengiran Dipati II (1731-1765) Amiril Pengiran Maharajadinda (1765-1782) Amiril Pengiran Maharajalila III (1782-1817) Amiril Tadjoeddin (1817-1844) Amiril Pengiran Djamaloel Kiram (1844-1867) Datoe Maoelana/Ratoe Intan Doera (1867-1896) Datoe Adil (1896-1916)
Hubungan dengan Kesultanan Bulungan
Di antara kedua kerajaan tersebut terdapat hubungan yang erat, sebagaimana layaknya seperti orang bersaudara karena saling diikat oleh tali Perkawinan. Meskipun demikian proses saling mempengaruhi tetap berjalan secara halus dan tersamar, karena salah satu diantaranya ingin lebih dominan dari yang lainnya. Dengan Demikian tidak dapat dielakkan bahwa persaingan terselubung antara keduanya merupakan masalah laten yang adakalanya mencuat kepermukaan. Dalam hal ini pihak penjajah Hindia Belanda cukup jeli memanfaatkan masalah itu, maka semakin serulah hubungan keduanya, bahkan menjadi konflik politik yang tajam, sehingga akhirnya tergusurlah Kerajaan dari Suku kaum Tidung tersebut.
Demografi kawasan
Kawasan Kalimantan Timur bagian utara secara umum penduduk aslinya terdiri dari tiga jenis suku bangsa yakni : Tidung, Bulungan dan Dayak yang mewakili tiga kebudayaan yaitu Kebudayaan Pesisir, Kebudayaan Kesultanan dan Kebudayaan Pedalaman.Kaum suku Tidung umumnya terlihat banyak mendiami kawasan pantai dan pulau-pulau, ada juga sedikit ditepian sungi-sungai dipedalaman umumnya dalam radius muaranya. Kaum suku Bulungan kebanyakan berada di kawasan antara pedalaman dan pantai, terutama dikawasan Tanjung Palas dan Tanjung Selor. Sedangkan kaum suku Dayak kebanyakan mendiami kawasan Pedalaman. Kalangan suku Dayak yang terdengar dan Popular adalah bernama suku Dayak Kenyah. SukuDayak memiliki banyak sub-suku bangsa mereka tersebar dikawasan pedalaman dan dan memiliki berbagai macam nama.
Suku Tidung
Adapun mengenai suku kaum Tidung, mata pencaharian andalannya adalah sebagai Nelayan, disamping itu juga bertani dan memanfaatkan hasil hutan. Berdasarkan dokumen dan informasi tertulis maupun lisan yang ada bahwa, tempo dulu dikawasan Kalimantan Timur belahan utara terdapat dua bentuk pemerintahan, yakni : Kerajaan dari kaum suku Tidung dan Kesultanan dari kaum suku Bulungan. Kerajaan dari kaum suku Tidung berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu, Sedangkan Kesultanan Bulungan berkedudukan di Tanjung Palas.
Riwayat tentang kerajaan maupun pemimpin (Raja) yang pernah memerintah dikalangan suku Tidung terbagi dari beberapa tempat yang sekarang sudah terpisah menjadi beberapa daerah Kabupaten antara lain Kabupaten Bulungan (Kecamatan Tanjung Palas, Desa Salimbatu), Kabupaten Malinau, Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Nunukan (Kecamatan Sembakung), Kota Tarakan dan lain-lain hingga ke daerah Sabah (Malaysia) bagian selatan.
Dari riwayat-riwayat yang terdapat dikalangan suku Tidung tentang kerajaan yang pernah ada dan dapat dikatakan yang paling tua diantara riwayat lainnya yaitu dari Menjelutung di Sungai Sesayap dengan rajanya yang terakhir bernama Benayuk. Berakhirnya zaman kerajaan Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin topan yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di situ runtuh dan tenggelam kedalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut dikalangan suku Tidung disebut Gasab yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang Benayuk dari Menjelutung.
Dari beberapa sumber didapatkan riwayat tentang masa pemerintahan Benayuk yang berlangsung sekitar 35 musim. Perhitungan musim tersebut adalah berdasarkan hitungan hari bulan (purnama) yang dalam semusim terdapat 12 purnama. Dari itu maka hitungan musim dapat disamakan +kurang lebih dengan tahun Hijriah. Apabila dirangkaikan dengan riwayat tentang beberapa tokoh pemimpin (Raja) yang dapat diketahui lama masa pemerintahan dan keterkaitannya dengan Benayuk, maka diperkirakan tragedi di Menjelutung tersebut terjadi pada sekitaran awal abad XI.
Kelompok-kelompok suku Tidung pada zaman kerajaan Menjelutung belumlah seperti apa yang terdapat sekarang ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan suku Tidung yang ada di Kalimantan timur sekarang terdapat 4 (empat) kelompok dialek bahasa Tidung, yaitu :


1. Dialek bahasa Tidung Malinau
2. Dialek bahasa Tidung Sembakung.
3. Dialek bahas Tidung Sesayap.
4. Dialek bahas Tidung Tarakan yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin.
Dari adanya beberapa dialek bahasa Tidung yang merupakan kelompok komunitas berikut lingkungan sosial budayanya masing-masing, maka tentulah dari kelompok-kelompok dimaksud memiliki pemimpin masing-masing. Sebagaimana diriwayatkan kemudian bahwa setelah kerajaan Benayuk di Menjelutung runtuh maka anak keturunan beserta warga yang selamat berpindah dan menyebar kemudian membangun pemukiman baru. Salah seorang dari keturunan Benayuk yang bernama Kayam selaku pemimpin dari pemukiman di Linuang Kayam (Kampung si Kayam) yang merupakan cikal bakal dari pemimpin (raja-raja) di Pulau Mandul, Sembakung dan Lumbis.
Selang 15 (lima belas) musim setelah Menjelutung runtuh seorang keturunan Benayuk yang bernama Yamus (Si Amus) yang bermukim di Liyu Maye mengangkat diri sebagai raja yang kemudian memindahkan pusat pemukiman ke Binalatung (Tarakan). Yamus memerintah selama 44 (empat puluh empat) musim, setelah wafat Yamus digantikan oleh salah seorang cucunya yang bernama Ibugang (Aki Bugang), Ibugang beristrikan Ilawang (Adu Lawang) beranak tiga orang. Dari ketiga anak ini hanya seorang yang tetap tinggal di Binalatung yaitu bernama Itara, yang satu ke Betayau dan yang satu lagi ke Penagar.
Ibugang wafat setelah mmerintah selama 22 (dua puluh dua) musim yang kemudian digantikan oleh Itara yang memerintah selama 29 (dua puluh sembilan) musim. Anak keturunan Itara yang bernama Ikurung kemudian meneruskan pemerintahan dan memerintah selama 25 (dua puluh lima) musim. Ikurung beristrikan Puteri Kurung yang beranakkan Ikarang yang kemudian menggantikan ayahnya yang telah wafat. Ikarang memerintah selama 35 (tiga puluh lima) musim di Tanjung Batu (Tarakan).
Raja selanjutnya bernama Karangan yang bristrikan Puteri Kayam (Puteri dari Linuang Kayam) yang kemudian beranakkan Ibidang. Raja selanjutnya bernama Bengawan yang diriwayatkan sebagai seorang raja yang tegas dan bijaksana dan wilayah kekuasaannya di pesisir melebihi batas wilayah pesisir Kabupaten Bulungan sekarang yaitu dari Tanjung Mangkaliat di selatan kemudian ke utara sampai di Kudat (Sabah, Malaysia). Diriwayatkan pula bahwa Raja Bengawan sudah menganut Agama Islam dan memerintah selama 44 (empat puluh empat) musim. Setelah Bengawan wafat ia digantikan oleh puteranya yang bernama Itambu, yang memerintah selama 20 (dua puluh) musim. Setelah Itambu wafat, pemerintahan kemudian dipimpin oleh raja yang bergelar Aji Beruwing Sakti yang memerintah selama 30 (tiga puluh) musim, kemudian digantikan oleh Aji Surya Sakti yang memerintah selama 30 (tiga puluh) musim.
Setelah Aji Surya Sakti wafat kemudian digantikan oleh puteranya yang bernama Aji Pengiran Kungun yang memerintah selama 25 (dua puluh lima) musim. Raja selanjutnya bernama Pengiran Tempuad yang kemudian kawin dengan raja perempuan suku Kayan di Sungai Pimping bernama Ilahai.
Pengiran Tempuad memerintah selama 34 (tiga puluh empat) musim kemudian digantikan oleh Aji Iram Sakti yang memerintah selama 25 (dua puluh lima) musim, pada masa ini raja berkedudukan di Pimping. Aji Iram Sakti mempunyai anak perempuan yang bernama Adu Idung. Setelah Aji Iram Sakti wafat kemudian digantikan oleh kemanakannya yang bernama Aji Baran Sakti yang beristrikan Adu Idang. Dari perkawinan ini lahirlah Datoe Mancang. Aji Baran Sakti memerintah selama 20 (dua puluh) musim. Datoe Mancang kemudian menggantikan ayahnya sebagai raja dan diriwayatkan bahwa masa pemerintahan Datoe Mancang adalah yang paling lama yaitu 49 (empat puluh sembilan) musim.
Keturunan Datoe Mancang yang meneruskan pemerintahan adalah Abang Lemanak yaitu memerintah selama 20 (dua puluh) musim dan pada masa ini raja berkedudukan di Baratan. Abang Lemanak kemudian digantikan oleh adik bungsunya yang bernama Ikenawai (seorang wanita). Ikenawai bersuamikan Datoe Radja Laut keturunan Radja Suluk. Setelah memerintah selama + 15 (lima belas) musim pemerintahan kemudian diserahkan kepada suaminya. Pemerintahan kemudian kembali ke Tarakan (di Pamusian). Pada masa ini kerajaan Tidung yang dikuasai Ikenawai dapat disatukan dengan kerajaan Suluk dibawah perintah Datoe Radja Laoet yang kemudian bergelar Sultan Abdurrasid.
Sejak masa pemerintahan Sultan Abdurrasid, riwayat-riwayat dari para nara sumber sudah menyebutkan tahun hijriah yang hitungannya tidak berbeda dengan hitungan musim, dan diriwayatkan bahwa masa pemerintahan Sultan Abdurrasid berlangsung selama 14 tahun. Sultan Abdurrasid dan Ikenawai (bergelar Ratu Ulam Sari) beranak dua orang putera dan satu puteri (meninggal sebelum dewasa). Kedua orang putera ini bergelar Dipati Anum dan Wira Kelana. Setelah Sultan Abdurrasid wafat, kemudian digantikan oleh Dipati Anum yang bergelar Amiril Pengiran Dipati dan Wira Kelana sebagai Radja Muda. Pada masa ini kerajaan Suluk kembali memisahkan diri dengan rajanya adalah adik bungsu Sultan Abdurrasid yang bernama Datoe Mering. Amiril Pengiran Dipati kawin dengan Mayang Sari anak Pengiran Sukmana dari Sebawang (di wilayah Kecamatan Sesayap sekarang) yang kemudian melahirkan Pengiran Singa Laoet, Mayang Sari (muda), Sukma Sari dan Kumala Sari.
Saudara Amiril Pengiran Dipati yaitu Radja Muda Wira Kelana kawin dengan Aji Dayang Minti anak Imam Dagiri (berasal dari Demak) dengan isterinya Sukma Dewi Puteri Petung dari Kerajaan Pasir. Dari perkawinan Wira Kelana dan Aji Dayang Minti beranakkan Digadung dan Kidung Bulan. Digadung kemudian kawin dengan sepupunya yaitu anak Amiril Pengiran Dipati yang bernama Mayang Sari (muda) yang kemudian beranak Wira Amir, Aji Sari dan Aji Dayang. Aji Dayang bersuamikan Datoe Kana Dumaring dari Berau dan beranakkan Pengiran Mas, Pengiran Digadung dan Sekennink. Dari suami yang kedua yaitu Muhammad Al-Musyarafah (dari Irak) Aji Dayang melahirkan Radja Besar dan Zainal Abidin Al-Mukarramah.
Anak perempuan Digadung yang bernama Aji Sari bersuamikan Kasimuddin asal Bone (Sulawesi Selatan) kemudian melahirkan tiga orang putera yiatu Kapitan Raga, Kapitan Maburapadasirata dan Kapitan Kalipakan. Anak laki-laki Digadung yang bernama Wira Amir kawin dengan sepupunya yaitu anak Pengiran Singa Laoet yang bernama Sinaran Bulan dan melahirkan anak yang kemudian menjadi Raja Bulungan bergelar Sultan Alimuddin dan biasa pula disebut sebagai Marhum Salimbatu.
Diriwayatkan bahwa raja Amiril Pengiran Dipati (Dipati Anum) memerintah selama 42 tahun dan setelah wafat kemudian digantikan oleh puteranya yang bergelar Amiril Pengiran Singa Laoet yang melanjutkan pemerintahan selam 37 tahun.
Amiril Pengiran Singa Laoet digantikan pula oleh puteranya yang kemudian bergelar Amiril Pengiran Maharajalila yang memerintah selama 45 tahun.
Isteri Raja Amiril Pengiran Singa Laoet bernama sari Banun yang melahirkan Amiril Pengiran Maharajalila dan Sinaran Bulan yang kemudian bersuamikan Wira Amir yang memimpin Kewiraan (semacam panglima pada zaman sekarang).
Amiril Pengiran Maharajalila beranak Intuyun, Aji Jubida yang bersuamikan Zainal Abidin Al-Mukarramah putera Aji Dayang. Aji Jubida yang bersuamikan Sultan Alimuddin putera Wira Amir, dan Pengiran Mustafa yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai raja bergelar Amiril Pengiran Maharajalila (II) yang kemudian berisrikan Siti Nurlaila puteri Pengiran Prabu Sakti bin Pengiran Besar Pendekar Laoet dari daerah Sesayap. Dari perkawinan ini melahirkan Pengiran Dipati, Pengiran Maharajadinda Bertanduk, Pengiran Lukmanul Hakim, Pengiran Jafarudin dan Siti Nurbaya yang bersuamikan Pengiran Besar Kar bin Pengiran Amangkurat bin Pengiran Prabu Sakti dari daerah Sesayap.
Amiril Pengiran Maharajalila (II) juga beristrikan Puteri Radja Kayan di Pimping yang kemudian melahirkan Pengiran Surya. Diriwayatkan bahwa masa pemerintahan Amiril Pengiran Maharajalila (II) adalah selama 29 tahun. Beliau wafat karena dibunuh oleh pamamnya yang bernama Wira Amir yang akibat ambisinya ingin menguasai pemerintahan dan segala tipu dayanya berhasil membunuh Pengiran Mustafa / Amiril Pengiran Maharajalila (II) dengan dalih kecelakaan.
Kemudian Wira Amir mengambil alih tampuk pemerintahan. Para kerabat raja menentang tindakan Wira Amir tersebut dan kemudian ditunjuk Amiril Pengiran Dipati (II) sebagai raja. Wira Amir kemudian mengasingkan diri ke Berau, atas dukungan Raja Berau Wira Amir kemudian membentuk kerajaan sendiri dan bergelar Amiril Mukminin dengan kedudukan di Baratan. Atas dasar inilah (mungkin) pihak Berau pernah menyatakan bahwa wilayah Kesultanan Bulungan dulunya berada dibawah kekuasaan Raja Berau. Hal ini sangat sulit dibenarkan karena hanya merupakan pernyataan sepihak mengingat banyaknya riwayat yang terdapat diwilayah Kabupaten Bulungan bertentangan dengan apa yang dinyatakan tersebut.
Apabila yang dimaksudkan adalah wilayah yang dikuasai Wira Amir, boleh jadi ada kemungkinannya karena sudah tentu ada kesepakatan antara Wira Amir dengan pihak Kerajaan Berau atas dukungan terhadap pembentukan kerajaan baru yang dipimpin oleh Wira Amir yang merupakan cikal bakal dari kerajaan yang kemudian disebut Kesultanan Bulungan.
Sebagaimana perkembangan selanjutnya yaitu setelah Wira Amir wafat digantikan oleh puteranya yang bergelar Sultan Alimuddin yang berkedudukan di Salimbatu pada masa inilah dinyatakan bahwa Kerajaan Bulungan resmi terpisah dari Berau dalam arti berdiri sendiri tanpa membawahi maupun dibawah perintah kerajaan lain, baik itu dengan Kerajaan Berau maupun kerajaan-kerajaan lain yang berada di wilayah Kaltara sekarang seperti Kerajaan Sesayap, Kerajaan Sembakung maupun Kerajaan Tarakan yang merupakan kelanjutan dari dinasty dimana cikal bakal Kerajaan Bulungan adalah keturunan dari dinasty yang sama.
Sebagaimana diketahui pula bahwa pada awal masa pemerintahan Kolonial Belanda membawahi raja-raja di wilayah Kabupaten Bulungan, wilayah ini terbagi 4 (empat) daerah Swapraja yaitu Swapraja Bulungan, Swapraja Sembakung, Swapraja Sesayap dan Swapraja Tarakan dalam arti keempat daerah ini berkedudukan setingkat dalam pemerintahan penjajahan Belanda. Sumber : http://www.sejarah-astrologi-metafisika.co.cc/
Asal-usul nama Tideng Pale (Ibukota Kabupaten Tana Tidung)
Nama Ibukota Kabupaten ini memang unik dengan ejaannya yang khas Tideng Pale (baca : Tidung Pala), Nama Tideng Pale berasal dari dua kosa kata yakni “Tideng” dan “Pale”. Dalam Bahasa Tidung “Tideng” artinya Gunung sementara “Pale” berarti “Tawar/Hambar” jika disatukan maka bermakna “Gunung Hambar”. Gunung Hambar bermaksud kepada Gunung yang dibawah kaki gunung mengalir Sungai Sesayap. Dimana Air Sungai Sesayap ini jika terjadi musim kemarau maka daerah tersebut adalah perbatasan antara air Sungai yang berasa Tawar dan Air Sungai yang berasa Asin. Maka disebutlah Tideng pale atau Gunung pembatas antara air Tawar dan Air Asin